Peristiwa Taman Kota Bandung

| |
Nama saya Agung, saya ingin menceritakan kejadian supranatural satu bulan yang lalu. Saya masih pemula, jadi kalau susunan kata acak-acakan tolong dimaklumi.

Ketika itu, teman saya Udin meminta saya menemaninya liburan diakhir pekan. Saya dan Udin pergi ke Taman Kota di kota Bandung. Udin yang mendapat kabar saudaranya yang juga tinggal di Bandung sakit langsung mohon pamit. Udin berjanji pada saya akan menjemput saya jam empat sore.

Tapi Udin ternyata berbohong, saya menunggu di bawah pohon dua jam dan sekarang jam enam. Cuaca mulai gerimis, saya setengah marah pada Udin yang melanggar janji. Ada seorang laki-laki mendekati saya, "Mas, cepet pulang sekarang aja, taman kota ini berhantu lho mas. Biasanya kalau malam, palang-palang di sini bergerak-gerak sendiri, ayunannya juga". Saya yang tidak percaya hanya mengangguk-ngangguk mengiyakan, karena saya tidak mempercayai hantu atau semacamnya.

Karena kebetulan saya sama sekali tidak mempunyai ongkos pulang, saya menunggu Udin lagi. Walaupun dapat pinjam uang tetangga setelah sampai saya tetap tidak enak. Saya duduk-duduk sampai tidak terasa sudah jam sepuluh malam, tinggal saya sendirian. Saya melayangkan pandangan ke ayunan dan palang-palang, semuanya bergerak-gerak sendiri. Saya masih berusaha menjaga pikiran saya untuk tidak kabur atau takut. saya membuang perasaan takut saya jauh-jauh.

Sekitar jam sepuluh tiga puluh, saya sudah kehilangan kesabaran. Saya marah sampai rokok yang saya hisap saya buang jauh, Udin memang benar-benar menipu saya. "Sialan si Udin!" saya berteriak keras, saya yang terkena hipertensi memang begini kalau marah, saya cepat-cepat beristigfar.

"Ada apa, mas?" tiba-tiba saya mendapati perempuan dengan baju singlet berdiri di depan saya, wajahnya cantik sekali.

"Belum pulang mas?" dia bertanya lagi.

"Belum, kalau mbak sendiri??" saya balas bertanya.

"Saya nunggu dijemput kakak saya," dia menjawab.

"Mas di sini angker lho, mas, banyak orang yang agak takut ke sini,"

"Ah, nggak juga mbak, di sini menurut saya bagus-bagus aja". Tapi perasaan saya yang ketakutan gara-gara melihat palang-palang dan ayunan bergerak sendiri membuat saya sedikit percaya taman ini berhantu.

"Oh, iya, mbak kita belum kenalan, nama saya Agung, nama mbak siapa?"

Mbak-mbak tadi membalikkan badan. "Jelek mas,"

"Ah, orang mbaknya saja cantik, pasti mbak namanya bagus,"

"Nggak usah, mas,"

"Ayolah, mbak," saya tetap membujuk mbak-mbak itu.

"Tapi mas janji nggak boleh takut,"

"Ya iyalah, mbak, masa nama saja takut,"

"Ya sudah, nama saya Maryati,"

"Wah namanya bagus sekali mbak,"

"Alias ... MAYAT!"

Saya terkejut, ingin saya teriak tapi nafas berhenti di tenggorokan. Suara saya seperti tercekat. Mbak itu membalikkan badan, mukanya berbekas luka sayatan, wajahnya hancur seperti habis terguyur air mendidih. Saya berlari juga susah sekali karena takut. Saya merinding dahsyat sampai saya rasa saya akan pingsan, saya mencoba mengatur nafas dahulu. Saya mencoba untuk lari.

Di depan gerbang taman, saya melihat ke belakang. Maryati alias mayat itu masih mengikuti saya. Saya mencoba sedikit tenang, lalu saya berlari sekencang-kencangnya. Setelah sampai, saya bertemu Udin yang sedang menaiki vespa melihat saya.

"Kemana aja kamu, Din?!" saya membentaknya.

"Lho? saya sudah mencari mas muter-muter di taman dari jam delapan tadi tapi mas nggak ada".

"Jangan bohong kamu! kamu bikin aku ketemu hantu, Din! sialan kamu!" saya berteriak, lalu cepat-cepat beristigfar.

"Tadi, mas, dimana?"

"Saya duduk di deket pohon," saya mencengkram tangan udin.

"Lho? pohon mangga itu, kan, mas?! saya udah nyari di bangku deket sana tapi nggak ada".

"ya udah, Din, cepet anter aku pulang!"

"Ya, udah, ayo, mas,"


Begitulah cerita saya, sekian ...

0 komentar:

Posting Komentar